Wonosono - buserpresisi.com Patung biawak di Desa Krasak, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo, Jawa
Tengah, baru-baru ini menjadi sorotan nasional.Berdiri megah dengan tinggi 7 meter dan lebar 4 meter di jalur nasional Wonosobo–Banjarnegara, patung ini menjadi ikon baru daerah.
Namun yang membuatnya semakin menarik perhatian adalah fakta bahwa
pembangunannya hanya menelan biaya sekitar Rp50 juta — hasil dari Corporate Social Responsibility (CSR) serta swadaya masyarakat, tanpa mengandalkan dana APBD.
Di tengah realitas pembangunan monumen daerah yang sering menelan biaya miliaran
rupiah namun menuai kritik, patung biawak ini tampil sebagai "pembuktian" bahwa kreatifitas dan efektivitas anggaran dapat berjalan beriringan.
Keberhasilan ini menuai pujian luas, namun sekaligus menimbulkan potensi efek
bumerang yang perlu diwaspadai oleh pemerintah daerah Wonosobo.
Efek Bumerang yang Mengintai Wonosobo
1. Standar Ekspetasi Baru yang Sulit Dipenuhi Keberhasilan pembangunan patung dengan biaya minimal akan membentuk standar ekspektasi baru di tengah masyarakat. Publik akan mengharapkan bahwa semua proyek pembangunan daerah dapat dikerjakan dengan biaya serendah mungkin tanpa mengurangi kualitas.
Apabila di masa depan terdapat proyek dengan anggaran besar namun hasil yang kurang memuaskan, maka akan muncul gelombang kekecewaan dan ketidakpercayaan kepada
pemerintah daerah.
2. Tekanan Transparansi Anggaran yang Ekstra Ketat Viralnya patung biawak ini memperbesar tuntutan akan transparansi dan akuntabilitas dalam
pengelolaan anggaran publik.
Setiap program pembangunan berikutnya akan diawasi lebih ketat, bahkan berpotensi menjadi sasaran kritik keras di media sosial apabila dianggap tidak efisien.
3. Potensi Politisasi
Isu keberhasilan patung biawak dapat dengan mudah dipolitisasi oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan politik, Narasi "pembangunan murah tapi berkualitas" bisa digunakan sebagai alat serangan terhadap proyek-proyek yang dinilai tidak sesuai harapan.
4. Tekanan Berlebih terhadap Seniman Lokal
Seniman dan komunitas kreatif yang terlibat dalam proyek ini akan menghadapi tekanan
tinggi untuk terus menghasilkan karya spektakuler dengan biaya minimal.
Padahal tidak semua proyek seni dapat diselesaikan dengan prinsip serupa, bergantung pada
tingkat kompleksitas, bahan, dan tujuan karya tersebut.
5. Kerentanan terhadap Overkomersialisasi
Jika tidak dikelola dengan hati-hati, popularitas patung biawak bisa mendorong eksploitasi
pariwisata secara berlebihan.
Tanpa perencanaan matang, hal ini dapat mengakibatkan kemacetan, penumpukan sampah, hingga merusak kenyamanan warga sekitar.
Strategi Mengelola Momentum
Guna menghindari jebakan bumerang ini, pemerintah daerah Wonosobo perlu mengambil langkah-langkah strategis, antara lain:
Meningkatkan transparansi dan komunikasi publik dalam setiap proses pembangunan.
Melibatkan partisipasi masyarakat secara luas dalam perencanaan program daerah.
Mengedepankan kualitas dan keberlanjutan proyek, bukan sekadar mengejar biaya murah.
Memberdayakan komunitas seni dan budaya lokal dengan dukungan memadai, tanpa tekanan berlebihan.
Patung biawak Wonosobo adalah contoh nyata bahwa kreativitas masyarakat dapat menjadi aset besar daerah.Namun, keberhasilan ini juga menuntut kesiapan dalam menghadapi konsekuensi sosial dan politik yang lebih besar.
Wonosobo kini berada di persimpangan penting: mengubah momentum ini menjadi gerakan pembangunan berbasis rakyat yang berkelanjutan, atau terjebak dalam ekspektasi dan politisasi
yang justru melemahkan semangat tersebut.
(Yudhi)
0 comments:
Posting Komentar
Hanya pesan membangun