Kemangkon 16 Oktober 2025 –MEDIA BUSER POLKRIM.com Kasus tragis meninggalnya Fandanda Dafa Aufa (25), warga Desa RT 15 Desa Panican, Kecamatan Kemangkon, membuka tabir carut marut pengelolaan dan alih fungsi Embung Desa Bakulan. Korban diketahui tersengat listrik saat memperbaiki saklar di area tersebut pada Kamis pagi (16/10/2025) sekitar pukul 07.00 WIB.
Menurut keterangan salah satu tetangga korban yang enggan disebutkan namanya, korban saat itu tengah memperbaiki instalasi listrik tanpa mematikan aliran daya terlebih dahulu.
“Mungkin saat memperbaiki saklar, meteran listrik maupun MCB-nya tidak di-off-kan dulu, padahal daya listrik di situ besar. Yang mengelola embung itu Pak Heru, nyewa ke desa. Kebetulan korban juga kerja di situ, mas,” tuturnya, diamini oleh kerabat korban.
Jenazah Dafa rencananya dimakamkan setelah salat Zuhur, menunggu kedatangan ayahnya dari luar kota.
“Insyaallah dikebumikan nanti setelah Dhuhur, nunggu ayah almarhum sampai rumah dulu,” ujar salah satu anggota keluarga dengan suara lirih.
Embung Desa Bakulan sendiri diresmikan sekira 3 tahun yang lalu oleh Kepala Desa Suyatmi. Proyek senilai Rp350 juta itu awalnya dibangun untuk menampung air sebagai solusi kekeringan yang kerap melanda sawah warga setiap musim kemarau.
Namun dalam perjalanannya, fungsi embung berubah arah. Setelah diresmikan, embung tersebut disewakan kepada sejumlah warga, antara lain Bowo pada tahun pertama, Haryanto pada tahun kedua, dan terakhir Heru dengan biaya sewa sekitar Rp5 juta per tahun. Uang sewa itu dilaporkan menjadi bagian dari pendapatan asli desa (PADes).
Ditemui di Balai Desa Bakulan, Kurniawan, Sekretaris Desa, membenarkan bahwa embung tersebut memang disewakan dengan kesepakatan tertentu.
“Betul, embung disewakan dengan perjanjian hanya untuk budidaya ikan air tawar dan tanaman pendukung pertanian. Tapi fakta di lapangan malah dijadikan tempat pemancingan. Kami sudah berkali-kali menegur penyewa, tapi tidak diindahkan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Kurniawan mengungkapkan bahwa sejak awal pembangunan embung ini sudah menuai polemik.
“Awalnya juga direncanakan jadi destinasi wisata pemancingan, tapi tidak diperbolehkan oleh Dinas Pertanian. Waktu itu juga sempat kisruh karena perizinan belum rampung, tapi proyeknya sudah dikerjakan,” tambahnya.
Alih fungsi embung desa sejatinya diperbolehkan asalkan tidak meninggalkan fungsi utamanya sebagai sarana pengairan dan harus sesuai dengan regulasi perundang-undangan. Namun, praktik di lapangan kerap melenceng dari ketentuan.
Jika terbukti terjadi penyalahgunaan alih fungsi aset desa, pengelola maupun pihak desa dapat terjerat sanksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa.
Kasus meninggalnya Dafa menjadi peringatan keras bagi pemerintah desa dan pengelola agar lebih berhati-hati dalam memanfaatkan aset publik, serta memastikan aspek keamanan, perizinan, dan transparansi pengelolaan embung agar berjalan sesuai aturan.
S.M JOKO
0 comments:
Posting Komentar
Hanya pesan membangun